Thursday, December 21, 2006

Berdialog dengan masyarakat Gilimanuk.

Tanggal 6 Mei 1997,kami dari Tim Amdal PLN Pusat,Tim Teknis Ditjen LPE bersama konsultan yg membuat study Amdal PLTG Gilimanuk,berangkat dari Jakarta menuju Surabaya.Dari Surabaya dengan menumpang kendaraan charteran kami menuju Banyuangi,dilanjutkan kelokasi PLTG Gilimanuk,setelah menumpang kapal penyeberangan.Didaerah Gilimanuk kami mengadakan peninjauan dan Public Hearing dengan masyarakat setempat.Masyarakat banyak mempersoalkan soal ganti rugi tanah,namun yg terutama adalah soal pencemaran lingkungan pada saat beroperasinya PLTG Gilimanuk.Kami didampingi pejabat dari PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Timur dan Nusa Tenggara,serta pejabat Pemda setempat.Semua sepakat bahwa masalah ganti rugi dapat diatasi dibawah koordinasi bapak Bupati.Soal pencemaran dijamin oleh pihak Proyek,masih dibawah ambang batas. Dari Gilimanuk sudah malam hari,kami melanjutkan perjalanan ke Denpasar.Besoknya tanggal 7 Me7 1997,kami berdiskusi dengan pihak Pemda Propinsi Bali,dengan mengambil tempat di kantor Gubernur Bali.Semua pihak menyadari bahwa sistim kelistrikan di Bali,sangat tergantung dari pulau Jawa,dan hal ini tidak dapat diandalkan,maka perlu pembangunan PLTG Gilimanuk secepat mungkin.Bali sudah dikenal dunia internasional,sebagai pintu gerbang Indonesia,maka listrik di Bali harus dijamin keandalannya.Pemda dengan segala kewenangan yg ada akan membantu PLN.Hal ini memang dibuktikan Pemda Propinsi Bali,baik dalam sidang Komisi Amdal Pusat maupun dalam pertemuan di kantor Gubernur.Pemda dan masyarakat Bali,menyadari bahwa mereka hidup dari Parawisata,lalu semua pihak mendukung,satu hal yg jarang saya jumpai didaerah lain. Mantan Wakil Tim Amdal PLN,Ir Berlin Simarmata MM.

Berdialog dengan masyarakat Sentani.

Tanggal 31 Maret 1995,kami dari Tim Amdal PLN,Tim Teknis Ditjen LPE dan konsultan yg menyusun study Amdal PLTA Semtani,berangkat dari Jakarta malam hari sekitar jam 8 malam,dan sampai di Jayapura tanggal 1 April 1995,kira-kira jam 8 pagi,setelah melalui kota Denpasar dan Ujung Pandang.Tanggal 1 April 1995,kami langsung mengadakan diskusi intern PLN di kantor PLN Wilayah Irian Jaya.Besoknya pada tanggal 2 April 1995,kami serombongan mengadakan peninjauan kelokasi,tempat dimana PLTA Sentani akan dibangun,dan berdiskusi dengan masyarakat setempat disaksikan Pemda setempat.Kesan saya dari Public Hearing ini,masyarakat masih kurang percaya akan rencana ini,dan mereka menganggap pembangunan di Irian Jaya,tidak atau kurang bermanfaat bagi masyarakat setempat,hanya untuk kepentingan pendatang.Tanggal 3 April 1995 dengan mengambil tempat di kantor Gubernur Irian Jaya,kami berdiskusi dengan Pemda Irian Jaya,semua sepakat kalau pembangunan PLTA Sentani ini dapat direaliser,menjadi proyek yg sangat besar bagi Irian.Karena krisis ekonomi dan politik pada tahun 1998,saya tidak mengetahui lagi nasib PLTA Sentani ini.Irian Jaya dimekarkan menjadi tiga propinsi,namun realisasinya hanya menjadi dua,yaitu Propinsi Papua,yang terdiri dari Irian Jaya dan Irian Jaya Tengah dan Propinsi Irian Jaya Barat.Masalah otonomi khusus dan pemekaran berkembang terus,lalu pembangunan banyak tertunda,karena masalah pendanaan yg tersendat.Saya memang sudah pensiun,namun saya tetap mengikuti perkembangan,apakah PLTA Sentani ini menjadi kenyataan.Mantan Wakil Ketua Tim Amdal PLN,Ir Berlin Simarmata MM.

Berdialog dengan masyarakat Karo.

Tanggal 17 Nopember 1995,kami dari Tim Amdal PLN Pusat,Tim Teknis Ditjen LPE dan konsultan yang menyusun study Amdal Rencana Pembangunan PLTA Tigabinanga di kabupaten Tanah Karo,berangkat dari Jakarta menuju Medan.Di Medan kami langsung mengadakan diskusi intern PLN di kantor PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Bagian Utara.Besoknya tanggal 18 Nopember 1995,kami serombongan mengadakan Public Hearing didaerah Tigabinanga,di kabupaten Tanah Karo,dengan dihadiri warga masyarakat serta pejabat PEMDA setempat.Diskusi banyak soal ganti rugi tanah,dan yg menarik secara khusus,masyarakat meminta biaya khusus untuk pemindahan makam para leluhur mereka.Saya teringat akan budaya didaerah saya pulau Samosir,yg hampir sama adatnya,karena memang banyak warga meyakini bahwa Karo adalah sub etnis dari Batak,tetapi ada juga yg keberatan mereka disebut Batak Karo.Soal permintaan masyarakat,kami dari PLN menyanggupi asal itu dalam batas-batas kewajaran.Besoknya pada tanggal 19 Nopember 1995,kami berdiskusi dengan Pemda Sumatera Utara dengan mengambil tempat di kantor Bappeda Sumatera Utara.Atas rekomendasi dari Dengar Pendapat di Tigabinanga,rapat berjalan lancar.Semua pihak mendukung pembangunan PLTA Tigabinanga,untuk mendukung sistim kelistrikan Sumatera Utara.Karena adanya krisis ekonomi dan politik pada tahun 1998,maka pembangunan banyak yg tertunda. Pada saat kenangan ini saya tulis,krisis listrik benar-benar terjadi,leluconnya, makan obat 3 kali sehari,listrik di Medan padam 3 kali sehari.Semoga Pemerintah dan PLN segera dapat mengatasi keadaan yg menyedihkan ini.Mantan Wakil Ketua Tim Amdal PLN,Ir Berlin Simarmata MM.

Wednesday, December 20, 2006

Berdialog dengan masyarakak Muara Enim.

Tanggal 6 Agustus 1996,kami dari Tim Amdal PLN Pusat,Tim Teknis Ditjen LPE beserta konsultan berangkat dari Jakarta menuju Palembang.Di kantor PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Bagian Selatan,kami mengadakan diskusi intern tentang study yg dibuat oleh konsultan dalam rangka rencana pembangunan PLTU Muara Enim.PLTU Muara Enim disebut juga PLTU Mulut Tambang,karena PLTU dibangun dekat dengan Tambang Batubara.Besoknya kami berangkat ke lokasi dimana PLTU akan dibangun.Kira-kira jam sepuluh pagi sudah sampai ditujuan,dengan mempergunakan kendaraan PLN Proyek Induk Sumbagsel.Public Hearing atau Dengar Pendapat berjalan dengan lancar,permasalahan banyak dilontarkan soal ganti rugi tanah dan pencemaran udara dari PLTU.Namun semua masalah dapat diatasi,karena kebetulan Bupati Muara Enim hadir sendiri dalam diskusi tersebut,dan masyarakat puas dengan jaminan dari bapak Bupati soal ganti rugi tanah yg dilakukan secara terbuka.Sore hari kami kembali ke Palembang,dan besoknya tepatnya tanggal 8 Agustus 1996,dengan mengambil tempat di kantor Bappeda,kami berdiskusi dengan Pemda Propinsi Sumatera Selatan.Atas rekomendasi dengar pendapat di Muara Enim,rapat di Kantor Pemda Tingkat satu berjalan sangat lancar.Kemudian hari pembangunan PLTU Muara Enim ini tidak ditangani oleh PLN sendiri,tetapi bergabung dengan beberapa perusahaan lain,karena kekurangan modal.Setelah rapat selesai,saya lupa entah siapa yg punya ide,agar satu hari kami maanfaatkan untuk berkunjung ke tempat Bung Karno ditahan,yaitu ke Muntok.Dengan dibantu fasilitas dari kawan-kawan PLN,kunjungan dapat kami lakukan,dan kami dapat melihat sendiri kamar tempat Bung Karno ditahan pada saat perjuangan kemerdekaan.Akhirnya tanggal 10 Agustus 1996,kami serombongan kembali ke Jakarta dan meneruskan proses study seperti biasanya.Mantan Wakil Ketua Tim Amdal PLN,Ir Berlin Simarmata MM.

Monday, December 18, 2006

Berdialog dengan masyarakat Aceh Tengah.

Tanggal 22 April 1996,kami dari Tim Amdal PLN Pusat,Tim Teknis Ditjend LPE dan konsultan berangkat dari Jakarta menuju Banda Aceh melalui Medan.Tanggal 23 April 1996,kami berdiskusi secara intern PLN,sehingga PLN Wilayah Aceh dan PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Bagian Utara ikut serta dalam diskusi.Tanggal 24 April 1996 dengan mengambil tempat di kantor Bappeda Propinsi Aceh atau sekarang lebih dikenal NAD,semua sepakat bahwa pembangunan PLTA Blank Kajering perlu segera dipercepat,mengingat kebutuhan listrik yg sangat besar untuk Aceh.Tanggal 25 April 1996,pagi hari dengan pesawat Garuda kami menuju Medan,dan terus menuju Berastagi dengan kendaraan PLN,lalu melalui kota Sidikalang menuju Kutacane dan seterusnya kedaerah Blank Kajering.Didaerah ini pada sore hari mengadakan Dengar Pendapat atau Public Hearing dengan masyarakat setempat disaksikan oleh pejabat daerah.Sama dengan Rapat di Banda Aceh,disini juga sangat mengharapkan agar pembangunan PLTA dapat segera terlaksana.Kelihatan karena kondisi politik yg tidak kondusif,masyarakat seolah-olah tidak percaya,dan menganggap ini hanya omongan politis saja.Mereka mengiyakan dengan keyakinan tidak akan pernah terjadi pembangunan itu.Kami meninggalkan daerah Blunk Kajering sudah sekitar delapan malam,dan kami menginap di Kutacane,yg dari segi keamanan dianggap cukup menjamin.Tanggal 26 April 1996,kami kembali ke Medan dan meneruskan perjalanan ke Jakarta dengan pesawat Garuda yg malam hari.Selanjutnya study ini diproses seperti biasa,namun kondisi perpolitikan di Aceh,berubah terus,sampai saya pensiun saya tidak tau bagaimana akhir dari study ini.Semoga dengan telah terpilihnya tokoh-tokoh yg dicintai rakyat Aceh melalui PILKADA yg didasarkan kepada perjanjian Helnski-Swedia,pembangunan di Aceh berjalan lancar.Mantan Wakil Ketua Tim Amdal,Analisa Mengenai Dampak Lingkungan,PLN,Ir Berlin Simarmata MM.

Saturday, December 16, 2006

Berdialog dengan masyarakat Sibolga.

Tanggal 16 Juni 1996,rombongan kami berangkat ke Medan dengan menumpang pesawat Mandala.Besoknya tanggal 17 Juni 1996,kami dari Tim Amdal PLN,Tim Teknis Ditjen Listrik dan Energi Baru bersama PLN Proyek Induk Pembangkit dan Jaringan Sumatera Bagian Utara yg didampingi konsultan,mengadakan rapat terbatas membahas rencana pembangunan PLTU Labuan di kawasan kota Sibolga,Tapanuli Tengah.Rapat berjalan dengan lancar,dan besoknya pada tanggal 18 Juni 1998 kami dan rombongan berangkat menuju kota Sibolga untuk mengadakan Public Hearing dengan masyarakat setempat,dimana lokasi pembangunan PLTU akan dibangun.Dalam perjalanan kami mengetahui bahwa konsultan belum konfirmasi dengan Pemda Tapanuli Tengah,sehingga masyarakat setempat belum dihubungi.Saya sebagai pimpinan rombongan Tim Amdal PLN Pusat,sangat marah kepada konsultan.Akhirnya dengan segala cara mereka menghubungi Pemda dan masyarakat setempat,dan besoknya pada tanggal 19 Juni 1996,dengar pendapat atau Public Hearing dapat terlaksana dengan baik di dua tempat.Pengalaman yg sangat menarik adalah pengalaman kami harus naik perahu dari kota Sibolga diiringi hujan pula,karena kendaraan darat belum ada yg menjangkau kedua tempat ini,karena posisinya dibalik Teluk dan Tanjung.Public Hearing atau Dengar Pendapat dapat terlaksana dengan baik,karena sebahagian besar masyarakatnya masih berbicara dalam bahasa Batak,dan sayapun melayani mereka sebaik mungkin dalam menjawab pertanyaannya.Kesimpulannya hampir seluruh masyarakat Labuan mendukung pembangunan PLTU ini,yg berkapasitas 2x135 MW atau setara dengan 270 MW.Tanggal 20 Juni 1996,kami dan rombongan kembali ke kota Medan dan pada tanggal 21 Juni 1996 kami lengkap,Tim Amdal PLN,Tim Teknis Ditjen LPE,PLN PIKITRING SUMUT,konsultan berhadapan dengan Pemda Sumatera Utara di kantor Bappeda Sumatera Utara dan sepakat bahwa PLTU Labuan agar segera dibangun,karena kapasitas Daya terpasang di Sumut sudah sangat kritis,dan PLTU Labuan segera diharapkan menjadi penyeimbang beban antara Sistim Kelistrikan Timur dan Barat.Tanggal 22 Juni 1996,kami kembali ke Jakarta dan melaporkan hasil study ini dalam satu rapat pleno Komisi Amdal Departemen Pertambangan dan Energi.Karena krisis politik dan ekonomi pada tahun 1998,pembangunan PLTU Labuan pun tertunda-tunda beberapa tahun.Pada saat pembangunan PLTU ini dimulai saya sudah pensiun,saya mengikuti kegigihan Bupati Tapanuli Tengah,Drs Tuani Lumban Tobing agar PLTU ini terealiser.Mantan Wakil Ketua Tim Amdal PLN,Ir Berlin Simarmata MM.

Sunday, December 10, 2006

Lumanbolak tempat kelahiranku.

Huta Lumbanbolak terletak di Galungan,desa Simarmata,Kecamatan Simanindo,kabupaten Samosir.Ompungku atau dalam bahasa Indonesia disebut kakekku,empat orang bersaudara, masing-masing dalam bahasa Batak Toba disebut Ompu Jabontor,Ompu Jones,Ompu Berlin dan Ompu Kasmer Simarmata.Kakekku adalah Ompu Berlin Simarmata,adalah anak ketiga dari mereka empat bersaudara.Kemudian hari Ompu Jabontor dan Ompu Berlin tetap tinggal di Lumbanbolak,sedang Ompu Jones dan Ompu Kasmer membangun huta sendiri yaitu Banjarbolak. Ompungku mempunyai anak lelaki 7 orang,sedang anak perempuannya 8 orang dari dua orang isteri,masing-masing dari isteri pertama 10 orang dan isteri kedua 5 0rang.Nenekku yg pertama adalah Ompu Berlin Boru Haloho dan yg kedua Ompu Berlon Boru Sinaga.Ompungku menikah untuk kedua kalinya setelah nenekku yg pertama meninggal.Ayahku adalah anak kedua dari mereka 15 bersaudara,tetapi sebagai anak pertama darii anak laki.Sehingga saya sebagai cucu pertama dari anak laki pertama,mendapat hak sebagai pewaris pertama dalam hak dan kewajiban.Dikalangan orang Batak seseorang itu dianggap resmi sebagai orang tua,kalau sudah punya cucu dari anak laki, penerus keturunannya.Kakak dari ayah saya telah menikah lebih dahulu kepada marga Nainggolan.Saya dilahirkan oleh ibu saya pada tanggal 28 Agustus 1947,dihuta Lumbanbolak,tepatnya dirumah Ompungku.Ibuku dari marga Sihaloho juga,sama dengan nenekku,tetapi bukan saudara kandung,hanya satu marga saja.Rumah tempat saya dilahirkan sampai sekarang masih ada,dan pada saat saya bertugas sebagai Deputy Pemimpin PLN Wilayah Sumatera Utara pada tahun 1985 sampai 1988,sempat juga membuat satu kenangan untuk Samosir tercinta,dengan memasang jaringan listrik sekeliling pulau Samosir,dan dengan sendirinya listrik kerumah kelahiran sayapun tersambung.Semoga anak-anakku kemudian hari tetap mengingat kampung halamannya Lumbanbolak,Galungan,desa Simarmata di pulau Samosir.Seorang perantau dari pulau Samosir,Ir Berlin Simarmata MM.